Tuesday, July 19, 2016

Gus Dur di Bawah Asuhan Komunis

Gus Dur mantan Ketum PBNU dikenal sangat dekat dengan Komunis, hal ini bisa diketahui dari masa tumbuh kembangnya, ucapan-ucapan, statemen-statemen dan tindakan-tindakannya.

GUS DUR DI BAWAH ASUHAN KOMUNIS
Seperti kita ketahui sejak dini Gus Dur dididik di SD Kris Jakarta. Kemudian Melanjutkan ke SMEP Gowongan Yogyakarta yang dikelola oleh Yayasan GEREJA KATOLIK ROMA. Ditengah proses belajar Gus Dur di sekolah Kristen Katolik tersebut, Gus Dur bergaul dan diasuh oleh 2 orang guru yang berpaham komunis Pak Sumantri, dan Bu Robi’ah yang anggota Gerwani -Gerakan Wanita milik Partai Komunis Indonesia (PKI).


Bahkan dikemudian hari Gus Dur banyak mempelajari buku-buku komunis karangan dua gembong komunis dunia, buku “What is to Be Done” karangan Lenin, dan buku “Das Capital” karya Karl Marx. Buku-buku itu dipinjam Gus Dur dari Sumantri gurunya yang komunis tersebut.


Demikian pula Gus Dur muda senantiasa bergaul dengan Saimo, seorang anggota Pemuda Rakyat -Gerakan Pemuda PKI. Yang menceritakan kegiatan dan berbagai gagasan komunis yang mereka usung, sehingga menjadikan Gus Dur sangat tertarik kepada paham komunis.

KEAKRABAN KH WAHID HASYIM DENGAN TOKOH KOMUNIS TAN MALAKA

Pada hari Senin, 04 April 2016, media resmi NU, menampilkan sebuah berita tentang hubungan baik antara KH Wahid Hasyim ayah Gus Dur dengan Tan Malaka tokoh Komunis Indonesia, yang juga merupakan anggota komintern (jaringan komunis) internasional.
Dalam ulasan tersebut dikisahkan:
Waktu itu Gus Dur bercerita,
"Ayah saya yang kebetulan seorang kiai sering didatangi orang di waktu sore. Saya ingat betul, saat saya masih kecil, sekitar pukul 7 ada orang mengetuk pintu. Ketika pintu saya buka, saya tanya cari siapa pak?
Tamu yang mengaku bernama Husein tersebut kemudian menjawab bahwa dia mencari ayahnya. Tamu tersebut menurut Gus Dur seperti orang Indonesia lainnya, yaitu juga pakai peci. Kemudian Gus Dur yang masih anak-anak, itu memberitahukan kepada ayahnya yang sedang di dalam bahwa beliau dicari Pak Husein.
Begitu mendengar nama Husein, kata Gus Dur, ayahnya langsung bangun dan menemui tamunya sambil berpelukan mesra. Dan selanjutnya memerintahkan Gus Dur yang waktu itu masih berumur sekitar 4-5 tahun agar meminta ibunya menata hidangan.
Baru belakangan setelah Gus Dur berumur 50 tahun lebih, ibunya mengatakan kepadanya, "Kamu tahu siapa itu pak Husain, yang datang pada malam-malam dahulu, itu Tan Malaka".

Bahkan pengaruh pertemanan KH Wahid Hasyim ayah Gus Dur dengan Tan Malaka tersebut sangat membekas dan mempengaruhi jalan hidup Gus Dur, sebagaimana ditegaskan:
Dari pengalaman di atas, menurut Gus Dur, memberikan bekas yang sangat dalam kepada dirinya. Hal itu menambah kuatnya keyakinannya bahwa sudah dari dulu pun nenek moyang kita (bangsa indonesia) sudah demikian saling menghargai.

Gus dur mengajukan alasan, bagaimana tidak saling menghargai.
"Bayangkan, Tan Malaka, anggota komintern yang dianggap tidak bertuhan itu datang berpeluk-pelukan dengan seorang kiai. Inilah Indonesia,"

ungkap Gus Dur dengan nada serius.
Melihat kisah di atas, kita teringat dengan sabda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam:

مَا مِنْ مَوُلُودٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلىَ الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

"Tidaklah setiap anak yang lahir kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang akan menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Demikianlah persinggungan dan pergaulan Gus Dur dengan kaum Komunis, yang akhirnya merubah prinsip dan jalan hidup Gus Dur.

Di kemudian hari Gus Dur dikenal sebagai pembela Komunis dan PKI di negeri ini.
Allahul Musta'an

INGIN SELAMAT? IKUTILAH BIMBINGAN NABI DALAM MEMILIH TEMAN BERGAUL!

Maka benarlah sabda Nabi Muhammadshallallahu 'alaihi wa sallam yang telah membimbing umat agar memilih teman yang baik dalam pergaulannya.
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallambersabda:

الْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

"Seseorang bergantung pada agama teman dekatnya. Maka dari itu, perhatikan siapa yang menjadi teman dekatnya.” (Lihat ash-Shahihah, no. 927)

Dalam hadits yang lain, beliau shallallahu 'alaihi wa sallam kembali mengingatkan:

إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَجَلِيسِ السُّوءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيْرِ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيْحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يَحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيْحًا مُنْتِنَةً

Sesungguhnya permisalan teman duduk yang baik dengan teman duduk yang jelek seperti pembawa misik dan pandai besi. Seorang pembawa misik, bisa jadi engkau akan peroleh darinya (diberi) misik, bisa juga engkau membelinya, bisa juga sekadar mendapat aroma wanginya. Adapun pandai besi, bisa jadi pakaianmu yang terbakar atau dirimu mendapatkan aroma tidak sedap.” (Muttafaqun ‘alaihi)

No comments:

Post a Comment

Trending

Bukan Karena Pasukan China Wahai Profesor

Ketika Profesor Islam Nusantara Said Aqil Siradj berpidato mengelu-elukan PASUKAN CINA AGRESOR yang "jasanya" berhasil membunuh 5...